Dakwah Bukan Sekadar Seremonial — Mari Hidupkan Kembali Ruhnya! Saudaraku… Coba kita jujur sejenak.Apa yang sering kita lihat dari dakwah hari ini?Acara pengajian. Panggung megah. Kata-kata indah. Jamaah berbondong-bondong. Ustadz datang, ceramah disampaikan, hadirin mendengarkan… lalu selesai. Semua pulang. Dan kehidupan kembali seperti semula. Tapi saya bertanya… di mana ruh dakwah itu sendiri?Apakah dakwah hanya sekadar seremoni? Apakah dakwah hanya berhenti di panggung? Sebab, kalau dakwah hanya tinggal simbol…Kalau dakwah hanya menjadi acara…Maka sesungguhnya dakwah itu tidak ada! Buktinya?Lihatlah di sekitar kita!Riba merajalela, suap menjadi hal biasa, kebohongan dianggap cerdas,…
Read MorePenulis: andik
Menghidupkan Kembali Ruh Dakwah
Dari Ceramah yang Menggema Menjadi Cinta yang Bergerak Kita hidup di zaman ketika dakwah sering terjebak menjadi acara seremonial.Mubaligh atau ustaz diundang, jamaah berkumpul, sambutan disampaikan, ceramah mengalir. Selesai acara, mikrofon dimatikan, para tokoh berbincang ringan, lalu pulang ke rumah masing-masing. Namun di luar pintu masjid, masalah umat tetap berdiri tegak: kemaksiatan merajalela, remaja kehilangan arah, pemuda larut dalam pergaulan bebas, kaum dhuafa dibiarkan berjuang sendirian, kebodohan merayap di tengah masyarakat. Seolah-olah, ceramah hanya mengisi waktu—bukan mengubah keadaan. Dakwah yang Kehilangan Nyawa Kita harus berani mengakui: banyak dakwah yang kehilangan…
Read MoreDakwah: Antara Ceramah dan Sentuhan Hati yang Hilang
Di banyak lingkungan, dakwah kerap dimaknai sebatas ceramah dan pengajian. Masyarakat berkumpul, mendengarkan ustaz atau penceramah, lalu pulang dengan tambahan informasi dan wawasan keagamaan. Namun, pertanyaannya: Apakah dakwah hanya berhenti di situ? Jika kita jujur menengok realitas, kita menemukan jurang yang menganga. Inti dakwah adalah memenangkan hati manusia—membuat orang merasa dirangkul, dipedulikan, dan dibimbing menuju kebaikan. Namun yang terjadi sering kali justru sebaliknya: di tengah masyarakat, yang tampak bukan persatuan dan kasih sayang, melainkan perpecahan, keangkuhan, dan pembiaran. Tidak ada sapaan hangat untuk fakir dan miskin. Tidak ada tangan yang…
Read MoreDilema Hiburan Kemerdekaan: Antara Menghibur masyarakat dan Menjaga Moral Bangsa
Hari Kemerdekaan adalah momen berharga bagi setiap bangsa. Di Indonesia, tanggal 17 Agustus bukan hanya penanda berlalunya waktu sejak proklamasi 1945, tetapi juga momen refleksi atas perjuangan para pahlawan serta kesempatan untuk memperkuat persatuan rakyat. Tak heran jika setiap tahun, desa-desa, kelurahan, hingga kota-kota memeriahkan hari ini dengan berbagai kegiatan—mulai dari upacara, lomba, hingga hiburan rakyat. Salah satu hiburan yang sering dipilih adalah orkes dangdut. Musiknya mudah diterima, suasananya meriah, dan mampu menarik massa dalam jumlah besar. Namun di balik kemeriahannya, muncul sebuah dilema: bagaimana jika kemeriahan tersebut berbenturan dengan…
Read More“Di Rumah Itu, Aku Bersandar Pada Allah”
Dulu, di sisi timur rumah ibuku, terbentang sebuah empang yang dalam — atau orang-orang kampung menyebutnya “kalen”. Di sana airnya tenang tapi dalam, penuh ikan gabus, betik, dan sepat. Sekelilingnya semak belukar yang tak terurus, menambah kesan angker dan sunyi. Bagi sebagian orang, tempat itu bukan hanya habitat ikan, tapi juga dipercaya sebagai hunian makhluk halus yang sudah lama berdiam. Namun, waktu terus berjalan. Aku memutuskan untuk menjadikan tanah itu sebagai tempat tinggalku. Ratusan colbak tanah uruk kudatangkan, perlahan-lahan kusulap empang itu menjadi fondasi kehidupan baru. Di atas tanah yang…
Read MoreDoa Nurbuat dan Malam Ketika Langit Terbelah
Saat usiaku masih belasan, tepatnya ketika aku duduk di bangku SMP, aku adalah seorang remaja yang mungkin berbeda dari kebanyakan teman seumuranku. Aku suka ibadah. Seringkali aku berlama-lama dalam doa setelah sholat, membaca wirid-wirid yang kuhafal dari buku atau dari orang tua. Ada ketenangan tersendiri ketika berzikir dalam diam, seolah ruh ini tersambung pada sesuatu yang lebih besar dari dunia. Salah satu sahabatku kala itu bernama Mukhlas. Kami sangat dekat, nyaris tak terpisahkan. Tidur di rumahnya, belajar bersama, main bersama, bahkan duduk di bangku yang sama di kelas. Bersamanya, hidupku…
Read MoreAnak SMP yang Berani Jadi Kuli Bangunan
Anak SMP yang Berani Jadi Kuli Bangunan Usiaku baru saja menginjak remaja. Saat teman-teman sebayaku sibuk menikmati liburan setelah lulus SMP, aku justru berjalan ke arah yang berbeda. Bukan ke tempat wisata, bukan pula ke warnet atau taman bermain, melainkan menuju lokasi proyek bangunan — di sanalah aku memilih berdiri. Lingkunganku kala itu penuh dengan orang-orang dewasa. Mereka tak banyak bicara tentang cita-cita muluk atau impian tinggi. Fokus mereka satu: bekerja, bekerja, dan bekerja. Dan entah bagaimana, aku merasa lebih cocok berada di tengah mereka daripada dengan anak-anak seusiaku. Barangkali,…
Read MoreAnak Kecil yang Sok Jadi Pahlawan Keluarga
Anak Kecil yang Sok Jadi Pahlawan Keluarga Ada masa dalam hidupku, saat usia masih belia, belum genap remaja, namun jiwaku seolah sudah dipanggil untuk menjadi pelindung — pahlawan kecil bagi keluargaku. Aku anak sulung dari enam bersaudara. Dan mungkin karena itulah, nurani ini lebih dulu terketuk untuk ikut menanggung beban hidup orang tuaku. Sejak duduk di bangku SMP, aku tak lagi seperti anak-anak pada umumnya. Aku tak punya banyak waktu untuk sekadar bermain atau bermalas-malasan. Hidup memanggilku lebih cepat. Aku memilih menjawabnya. Setiap hari, aku membantu ibu dan ayah sebisaku.…
Read MoreJangan Jadikan Agama Sekadar Simbol
Pernahkah kita merenung, untuk siapa sebenarnya ibadah yang kita lakukan setiap hari? Untuk siapa shalat kita, puasa kita, sedekah kita, bahkan haji yang sudah kita tunaikan? Apakah semua itu hanya menjadi rutinitas yang kita jalankan tanpa penghayatan, sekadar kewajiban agar kita terlihat “baik” di mata manusia? Fenomena yang kini kita saksikan di tengah masyarakat begitu memprihatinkan. Agama seolah hanya menjadi hiasan lahiriah. Kita beribadah dengan rajin, tetapi di saat yang sama kita tidak malu melakukan apa yang dilarang Allah. Bahkan ada yang melakukannya secara terbuka, seolah sudah biasa. Lebih menyedihkan…
Read MoreUntuk Sosok yang Menginspirasi, Prof. Dr. KH. Moh. Ali Azis
Untuk Sosok yang Menginspirasi, Prof. Dr. KH. Moh. Ali Azis Saat pertama kali kaki ini melangkah di gerbang IAIN Sunan Ampel Surabaya, jujur saja hati saya penuh dengan harap, cemas, sekaligus penasaran. Siapa yang kelak akan menjadi pembimbing, guru, dan panutan dalam perjalanan menuntut ilmu? Namun tak butuh waktu lama bagi kami untuk menemukan jawabannya. Sosok itu hadir dengan wibawa yang sederhana namun memikat hati – Prof. Dr. KH. Moh. Ali Azis, yang akrab kami panggil Pak Ali. Pak Ali bukan hanya sekadar dosen yang menyampaikan materi di depan kelas.…
Read More